Sana Sini

Laporan TikTok Terbaru: Konsumen di Indonesia Semakin Prioritaskan Nilai Ketimbang Harga

Konsumen di Indonesia Semakin Prioritaskan Nilai Ketimbang Harga

Menurut laporan TikTok, 59 persen konsumen Indonesia dipengaruhi oleh konten non-promosi, mereka semakin memprioritaskan nilai ketimbang harga.

Berdasarkan laporan yang disusun dengan mengundang Accenture, perusahaan konsultan manajemen dan layanan teknologi, konsumen Indonesia lebih suka membuat keputusan intuitif dengan secara aktif mencari informasi untuk menilai kualitas produk.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Laporan bertajuk Shoppertainment 2024: The Future of Consumer & Commerce here in APAC ini diharapkan dapat membantu brand lokal dalam mempersiapkan strategi pemasaran di TikTok tahun ini, dengan menerapkan pendekatan berbasis entertainment first, commerce later, atau yang biasa disebut Shoppertainment.


Terdapat sejumlah perubahan tren perilaku konsumen di Asia Pasifik, termasuk di Indonesia. Hanya 41 persen konsumen di Indonesia yang terpengaruh oleh konten promosi sebelum memutuskan untuk membeli.

Kini, mereka lebih memercayai intuisi saat menentukan apakah produk itu cocok dengan mereka atau tidak, tanpa perlu mencari informasi lebih lanjut.

Laporan ini menunjukkan, konsumen di Indonesia lebih mungkin dua kali lipat untuk membuat keputusan belanja secara intuitif, dibandingkan mereka yang jarang belanja di platform sosial atau hiburan.

Dari segi konten, konsumen di Indonesia lebih menyukai konten video yang memiliki tingkat relevansi dan autentik yang tinggi dengan kehidupan mereka (Relatable Realism).

Video yang memperlihatkan kualitas produk secara nyata, membolehkan audiens untuk melihat produk tersebut dari berbagai angle, justru lebih disenangi oleh konsumen.

Inilah yang membuat format live shopping menjadi populer karena memberikan akses kepada konsumen untuk melihat produk sepenuhnya seperti melihatnya secara langsung.

Pengalaman Belanja Tanpa Hambatan
Sebagian besar konsumen di Indonesia (93%) mencari platform belanja yang berbasis konten dalam 1-2 tahun ke depan, di mana mereka bisa menemukan, mempertimbangkan, dan membeli produk di satu platform.

Konten video di platform seperti TikTok pun menjadi cara bagi konsumen untuk mencari produk secara rutin, di mana 2,5 kali lebih banyak orang yang memanfaatkan platform video, dibandingkan menemukan produk lewat mesin pencarian tradisional.

Sejalan dengan temuan ini, sebanyak 77 persen konsumen di Indonesia juga secara rutin mencari produk di platform sosial dan hiburan online.

Tidak hanya konten video, konsumen Indonesia juga 1,4 kali lebih mungkin untuk berpartisipasi di live shopping baik di TV ataupun online, dibandingkan konsumen lainnya di Asia Pasifik.

Melihat potensi konten video sebagai sumber informasi konsumen tentang suatu produk, brand shampo Kelaya pun serius menggarap konten-kontennya di platform seperti TikTok.

Shoppertainment 2024: The Future of Consumer & Commerce here in APAC

Brand UMKM asal Surabaya ini mengutamakan konten yang edukatif, namun tetap menghibur, dengan mengedepankan penjelasan mengenai manfaat dan kandungan produknya.

"Konsumen Kelaya sangat menyukai konten-konten video yang informatif. Hal ini membuat kami menjadi lebih gencar untuk memberikan edukasi perawatan rambut dengan berkolaborasi langsung bersama dokter sebagai ahli di bidangnya," ujar Ardian Faisal Akbar, Founder & CEO Kelaya.

"Selain itu, kami juga terus memberikan informasi seputar kualitas dan kandungan produk kami sehingga membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap keaslian dan keterjaminan produk Kelaya ini hingga mendorong mereka untuk membeli produk kami," katanya.

Interaksi Antar-Konsumen Ikut Jadi Penentu
Sebanyak 45 persen konsumen di Indonesia ternyata dipengaruhi oleh komunitas konten (content community).

Mereka cenderung merayakan dan membagikan brand maupun produk yang mereka sukai atau mereka lihat, mewujudkan semangat "gotong royong" khas Indonesia untuk membantu satu sama lain (Alturistic Sharings).

Selain itu, 81 persen konsumen Indonesia membuat konten dengan cara yang 'mengalir' atau interaktif dengan mengikuti tren dari para kreator, serta mendorong pengguna lainnya agar berkontribusi di kolom komentar, like, dan lainnya.

Hal ini juga terlihat dari para pengguna di TikTok yang ingin saling terhubung, berinteraksi, dan mempengaruhi keputusan pemilihan brand atau produk.

HEYLOOK, brand UMKM fashion dari Tangerang yang didirikan pada 2006, kini telah merangkul pasar offline dan online untuk mengoptimalkan laju bisnisnya.

Mereka berkomitmen untuk menjangkau lebih banyak orang dan memperkuat kepercayaan terhadap produk lokal, dengan memperluas basis pelanggan mereka di luar Indonesia melalui semangat #LocalToGlobal.

Sejak Maret 2022, HEYLOOK telah membentuk komunitas mereka sendiri di TikTok melalui konten kreatif yang menampilkan produk-produk mereka yang penuh gaya.

"Perilaku tren konsumen di Indonesia yang sangat kuat dalam komunitas konten, menjadi peluang emas bagi kami untuk mengoptimalkan bisnis di TikTok," ungkap Hikma Sukmawati, Owner, HEYLOOK.

"Ke depannya, kami melihat bagaimana sesama kreator bisa saling mempengaruhi, karena itulah kami ingin berkolaborasi dengan kreator, bukan hanya untuk mengulas, tapi juga menciptakan produk bersama," tuturnya.

Brand lokal tidak bisa lagi hanya mengandalkan pendekatan tradisional.
Strategi Shoppertainment yang sukses memerlukan kombinasi konten informatif, pengalaman berbelanja yang mudah atau seamless, dan keterlibatan konsumen yang aktif melalui komunitas dan konten kreator.

Dengan beradaptasi terhadap tren-tren ini, memungkinkan brand untuk dapat terhubung dengan generasi pembeli yang percaya diri dalam menemukan dan membeli produk sambil mereka menikmati hingga ikut membuat konten mengenai brand tersebut.

"Perkembangan teknologi dan kondisi ekonomi yang dinamis terus mempengaruhi perilaku konsumen dalam berbelanja," ungkap Sitaresti Astarini, Head of Business Marketing, TikTok Indonesia.

"Di Indonesia, konsumen lebih memilih untuk mengikuti intuisi mereka dengan mencari konten yang informatif, menghibur, dan ragam konten dari komunitas yang diikuti sebelum membeli produk."

"Selain itu, mereka juga lebih suka mencari produk di platform sosial dan hiburan."

"Oleh karena itu, hal ini menjadi kesempatan untuk brand memanfaatkan Shoppertainment, kegiatan perdagangan berbasis konten interaktif yang menghibur dan dapat berkolaborasi dengan kreator serta komunitas untuk terus berinteraksi dengan konsumennya," ungkap Sitaresti kemudian.