News

Apakah Mesin Bertenaga Air Itu Nyata? NASA Mengatakan 'Ya', Tapi Ini Rumit

Hidrogen

Sekitar 71% permukaan bumi tertutup air, masalahnya air tidak dapat menghasilkan percikan api yang diperlukan untuk menggerakkan mesin pembakaran.

Salah satu pendorong utama di balik upaya mencari sumber energi ramah lingkungan dalam beberapa dekade terakhir adalah kelangkaan minyak di seluruh dunia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Karena semakin sulitnya mendapatkan bahan bakar dengan cara yang ramah lingkungan, selalu ada ketakutan bahwa suatu hari nanti, kita akan kehabisan bahan bakar dan membuat mesin pembakaran kita tidak berguna.

Yang perlu kita persiapkan untuk menghadapi kemungkinan ini adalah bahan bakar yang mudah didapat dan ramah lingkungan.

Jika berbicara tentang sumber air yang tersedia di seluruh dunia, salah satu yang paling jelas adalah air kuno yang berkualitas.

Seperti dilansir Slash Gear, sekitar 71% permukaan bumi tertutup air, baik itu dari danau, sungai, maupun laut.

Jika secara teoritis kita bisa menggerakkan kendaraan kita dengan air, maka akan ada lebih dari cukup bahan bakar yang bisa digunakan selama bertahun-tahun.

Masalah yang jelas di sini adalah air tidak dapat menghasilkan percikan api yang diperlukan untuk menggerakkan mesin pembakaran, jadi jika kita ingin menggunakannya, kita perlu membuat sistem propulsi yang benar-benar baru.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan NASA selama beberapa dekade terakhir, gagasan penggerak bertenaga air secara teknis layak dilakukan.

Namun, pertanyaan sebenarnya adalah apakah hal itu layak dilakukan atau tidak.

Ilmu penggerak elektrolisis
Mesin pembakaran tradisional menggunakan bensin mudah terbakar yang diolah dari minyak mentah untuk menyalakan busi di dalam piston mesin.

Hal ini, pada gilirannya, memompa piston dan menghasilkan energi, yang memberi tenaga pada mobil Anda. Jelas sekali, air tidak mudah terbakar — justru kebalikan dari mudah terbakar.

Jadi, bagaimana Anda bisa menggunakan air untuk menggerakkan alat penggerak?

Dalam makalah penelitian yang ditulis oleh para ilmuwan NASA pada tahun 1997, sebuah konsep gerakan bertenaga air yang disebut propulsi elektrolisis diuraikan.

Pada dasarnya, Anda mengalirkan arus listrik melalui sumber air untuk memisahkannya menjadi molekul-molekul komponennya, yang kemudian digunakan sebagai propelan.

Meskipun air dapat dianggap sebagai kebalikan dari tenaga penggerak, zat sebenarnya mengandung dua hal terpenting yang Anda perlukan untuk menghasilkan tenaga: molekul Hidrogen dan oksigen.

Bahan bakar hidrogen adalah salah satu bahan bakar paling ampuh, dan oksigen membantu menghasilkan panas.

Jika Anda mengolah air menjadi aliran air yang sangat panas, Anda dapat menciptakan tenaga pendorong tanpa semua asap berbahaya yang berasal dari bahan bakar fosil.

Meskipun konsep ini telah dipahami selama berabad-abad berkat karya para peneliti seperti Michael Faraday, makalah ini adalah pertama kalinya dikemukakan bahwa konsep ini dapat digunakan dalam penggerak peralatan luar angkasa seperti pesawat ruang angkasa dan satelit. Ilmu pengetahuan masih berada dalam tahap teoretis pada tahun 90an, namun beberapa tahun kemudian, upaya sungguh-sungguh untuk mewujudkan propulsi elektrolisis dilakukan.

Sistem propulsi eksperimental
Pada tahun 2021, NASA melakukan pengujian pada satelit CubeSat yang dilengkapi dengan sistem propulsi elektrolisis.

Saat berada di orbit rendah, satelit memasukkan air dari tangki berukuran kecil ke dalam pendorong eksperimental, menciptakan gas hidrogen dan oksigen yang dapat menggerakkannya dalam ruang hampa.

Sistem ini dilengkapi dengan panel surya, yang mengambil energi dari matahari untuk menggerakkan proses elektrolisis.

Desain CubeSat bertenaga air ini sangat menjanjikan. Karena air, tidak seperti bahan bakar biasa, tidak mudah menguap dalam keadaan normal, maka jauh lebih aman untuk diangkut ke luar angkasa dengan pesawat ulang-alik biasa.

Setelah satelit dikerahkan, ia dapat menciptakan semburan gerakan pendek namun kuat melalui gas oksigen dan hidrogen yang dihasilkan dalam nosel roket untuk menghasilkan daya dorong.

Semburan ini cukup kuat sehingga hanya diperlukan semburan cepat untuk bergerak, yang membantu menghemat cadangan tangki.

Mungkin aspek yang paling menarik dari kerangka ini adalah lebih aman untuk diuji.

Peneliti non-profesional seperti mahasiswa dapat bekerja dengan air tanpa takut menghirup asap berbahaya atau memicu ledakan, sehingga membuka jalur penelitian baru dan menarik.

Bisakah semuanya menggunakan sistem ini?
Jadi jika sistem propulsi elektrolisis dipastikan berfungsi di satelit, itu berarti mereka bisa mulai memberi daya pada segala sesuatu di Bumi, bukan? Ya, kurang tepat.

Alasan mengapa kerangka ini bekerja dengan baik di luar angkasa adalah karena segala sesuatu di atas sana tidak berbobot.

Anda hanya memerlukan satu ledakan kekuatan yang cepat untuk membuat suatu benda bergerak, dan satu lagi kekuatan untuk menghentikannya.

Di Bumi, Anda memerlukan aliran gaya yang konstan untuk mendorong mobil maju, dan mengingat satelit CubeSat tersebut hanya seukuran kotak sepatu, Anda memerlukan tenaga dan bahan bakar yang jauh lebih besar.

Sebuah mobil yang penuh akan membakar tangki airnya terlalu cepat untuk bisa dijalankan secara realistis.

Selain itu, hidrogen lepas sangat mudah menguap. Sekali lagi, masalah ini tidak terlalu menjadi masalah di luar angkasa, karena hidrogen hanya akan terbakar dalam semburan kecil dan cepat.

Jika hidrogen yang terbakar beterbangan di bagian belakang mobil Anda sepanjang perjalanan di jalan raya, seseorang di belakang Anda mungkin terluka.

Jadi tidak, kita tidak bisa menggunakan sistem ini untuk menggerakkan kendaraan kita di Bumi.

Namun, hal ini merupakan bukti positif mengenai kemanjuran hidrogen sebagai sumber bahan bakar ramah lingkungan.

Teknologi ini hanya perlu dibangun dalam bentuk yang aman, seperti sel bahan bakar hidrogen, yang merupakan sudut pandang yang dikejar oleh banyak perusahaan mobil besar.