Ketika Premi Asuransi Naik, Nasabah Harus Bagaimana?
Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat inflasi global turun dari 6,8% di tahun 2023 menjadi 5,9% di tahun 2024, namun fakta tersebut nyatanya tidak begitu berdampak pada inflasi di sektor kesehatan.
Di saat yang sama, laporan riset Mercer Marsh Benefit (MMB) Health Trends 2024 yang diterbitkan oleh Mercer, salah satu firma konsultasi sumber daya manusia (SDM) terkemuka dunia, menyebut inflasi medis khususnya di Indonesia terus naik hingga 13%, lebih tinggi dari proyeksi tren kenaikan biaya kesehatan di Asia yang hanya sebesar 11,4%.
Adapun faktor pemicu utamanya adalah peningkatan biaya bahan baku dan kemajuan teknologi yang mendorong kenaikan terus menerus pada harga rawat medis dan obat-obatan di banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan.
Menanggapi kondisi tersebut, Andhika Diskartes, salah satu financial advisor terkemuka nasional, menyebut di tengah kondisi inflasi medis yang masih terus berlanjut kepemilikan produk asuransi kesehatan menjadi lebih penting lagi untuk membantu menjaga stabilitas keuangan diri dan keluarga dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dan meningkatnya biaya medis, agar tidak banyak dana tabungan yang terkuras saat harus mendapatkan perawatan medis.
Berdasarkan hasil Survey Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2023 yang dilakukan Badan Pusat Statistik, disebutkan bahwa 61,8% responden menggunakan layanan kesehatan dari kantong sendiri (OOP atau out of pocket).
Padahal badan kesehatan dunia, WHO, merekomendasikan angka OOP tidak lebih dari 20% di suatu negara. OOP merupakan indikator untuk memastikan proteksi finansial masyarakat tetap terjaga dan mencegah pengeluaran kesehatan secara berlebihan karena sudah dilindungi oleh asuransi .
Di sinilah asuransi berperan penting dalam melindungi masyarakat baik kesehatan, jiwa, khususnya stabilitas finansial.
“Asuransi kesehatan memberikan perlindungan finansial yang sangat dibutuhkan ketika menghadapi risiko hidup seperti penyakit serius atau kecelakaan. Sebagai contoh, apabila kita sudah mengalokasikan Rp15 juta per tahun untuk asuransi kesehatan, misalnya, maka di saat bersamaan kita telah meringankan beban pikiran jika sewaktu-waktu membutuhkan penanganan medis lewat klaim pertanggungan yang disepakati besaran maksimalnya. Dengan kata lain, masyarakat pun terhindar dari risiko menguras tabungan atau aset saat harus membayar beban biaya medis yang tinggi,” ujar Andhika memberi contoh.
Andhika melanjutkan, inflasi medis mendorong industri asuransi untuk menyesuaikan biaya asuransi atau premi (repricing) yang harus dibayarkan oleh para nasabah.
Penyesuaian biaya ini merupakan hal lazim yang terjadi tidak hanya di industri kesehatan. Contohnya ketika harga bahan makanan naik, maka pengelola rumah makan atau restoran pun akan menyesuaikan harga makanan yang dijual dengan menaikkan harga menu makanannya, agar kualitas dan rasa makanan tetap terjaga.
“Dalam industri asuransi, repricing ini bukan sebatas reaksi terhadap meningkatnya risiko kesehatan yang berimbas pada klaim lebih tinggi, namun juga sebagai bentuk antisipasi terhadap inflasi medis yang cenderung naik dari tahun ke tahun. Tujuannya adalah memastikan nasabah asuransi kesehatan senantiasa mendapatkan perlindungan hingga ke masa depan,” jelas Adhika.
Sementara dari sisi nasabah, repricing bisa memicu dilema karena di satu sisi bisa menambah besaran pengeluaran rutin nasabah, namun di sisi lain ingin tetap menjaga agar perlindungan berjalan optimal secara berkelanjutan.
Lantas, bagaimana nasabah seharusnya bersikap? Beberapa tips dari Andhika berikut bisa jadi solusinya:
1.Mengalokasikan dana untuk tetap berasuransi
Meski terdapat potensi penyesuaian biaya asuransi atau premi ditengah tantangan inflasi medis, Andhika mengimbau nasabah untuk senantiasa menjaga polis asuransi kesehatan tetap aktif, yakni dengan menyisihkan dana untuk membayar premi secara rutin (bulanan/tahunan sesuai jenis pembayaran yang dipilih).
Dengan rutin membayar premi asuransi kesehatan, nasabah dijamin akan tetap bisa mendapat perlindungan optimal saat membutuhkan penanganan medis, baik rawat inap maupun rawat jalan sesuai ketentuan polis yang dimiliki.
Andhika menambahkan bahwa pada dasarnya nilai pertanggungan dari asuransi pun jauh lebih besar dari total premi yang rutin dibayarkan, sehingga nasabah bisa tetap tenang dalam meraih kualitas hidup yang lebih sejahtera.
“Apabila nasabah memiliki kendala dalam melakukan penyesuaian premi, nasabah bisa mengajukan perubahan plan yang lebih rendah. Untuk itu, nasabah sebaiknya berkonsultasi kembali dengan tenaga pemasar tentang penyesuaian premi agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi keuangan terkini, sehingga perlindungannya tetap optimal dan tidak memberatkan cash flow rutin,” saran Andhika.
2. Menjaga piramida keuangan seraya tetap membuat budget plan
Piramida keuangan yang baik adalah menempatkan dana darurat (termasuk premi asuransi kesehatan) di peringkat kedua terbesar setelah membayar tagihan dan biaya hidup yang bersifat primer.
“Baru setelahnya bisa berurutan menempatkan anggaran untuk tabungan dan investasi, serta yang paling akhir adalah dana reward untuk diri sendiri dan keluarga,” jelas Andhika.
Oleh karenanya, Andhika juga mengimbau nasabah untuk merancang budget plan yang memperkirakan anggaran kebutuhan dalam rentang 1-3 bulan ke depan.
Dengan terbiasa membuat budget plan, seseorang akan mampu menjaga arus keuangannya secara sistematis. Budget plan sendiri berisi perkiraan pendapatan dan perkiraan pengeluaran untuk berbagai agenda yang direncanakan, seraya menjadi medium untuk mengatur back up dana dalam menghadapi risiko darurat di masa depan.
3. Aktif mengecek biaya dan tindakan medis di banyak layanan kesehatan
Andhika menyebutkan karena merasa sudah dilindungi asuransi kesehatan, acapkali kita tidak pernah secara detail melihat tagihan biaya pengobatan. Sehingga tidak menyadari bahwa dampak inflasi medis mengakibatkan peningkatan biaya pengobatan secara signifikan.
Oleh karenanya, mulailah membiasakan diri untuk bertanya sebelum melakukan tindakan atau treatment medis, agar sebagai pasien, kita dapat menjadi pasien yang bijak.
Juga pastikan untuk selalu mengecek tagihan biaya pengobatan. Kebiasaan ini akan membantu kita memahami jenis tindakan medis yang diberikan, serta menilai kesesuaiannya dengan kondisi kesehatan yang dihadapi agar tidak ada penggunaan yang berlebihan.
4. Rajin menjaga kesehatan diri dan keluarga
Meski sudah dilindungi oleh asuransi kesehatan, namun Andhika mengingatkan bahwa penting bagi nasabah untuk senantiasa menjaga pola hidup sehat.
Apabila komitmen tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh, pola hidup sehat dapat membantu meminimalisir risiko kesehatan dan mengurangi frekuensi klaim asuransi.
“Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan adalah dengan memastikan asupan gizi seimbang setiap harinya, olahraga teratur, istirahat yang cukup, rutin melakukan pemeriksaan medis, dan masih banyak lainnya,” lanjut Andhika menjelaskan.
5. Memilih produk asuransi kesehatan yang tepat
Inflasi medis mendorong para pelaku industri asuransi kesehatan terus berupaya mencari formula yang tepat dalam menjaga keberlangsungan proteksi jangka panjang bagi seluruh nasabah, salah satunya dengan menerapkan konsep fair pricing.
Melalui fair pricing, lanjut Andhika, nasabah yang tidak pernah mengajukan klaim dapat memperoleh manfaat tambahan yang meringankan beban premi, yakni dengan cara menjaga pola hidup sehat.
Fair pricing disini bukan berarti tidak akan ada penyesuaian biaya asuransi atau premi, akan tetap ada penyusuaian karena usia dan faktor eksternal lainnya seperti inflasi medis, tapi penyesuaian atau kenaikannya tidak sebesar pada umumnya.
Salah satu contohnya dapat dilihat pada peluncuran produk baru PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia), yaitu Asuransi Kesehatan PRUWell Medical dan Asuransi Tambahan Kesehatan PRUWell Health.
Dijelaskan oleh Andhika, fitur PRUWell yang ditawarkan produk baru ini memberi nasabah manfaat premi seoptimal mungkin sesuai profil risiko kesehatannya masing-masing.
Nasabah Prudential dengan riwayat kesehatan yang baik berpotensi mendapat keringanan premi atau biaya asuransi hingga 20% untuk Masa Pertanggungan yang akan datang sebagai bentuk apresiasi.
Singkat kata, Andhika menyimpulkan bahwa melihat tingginya inflasi medis saat ini, tentunya kita membutuhkan jaring proteksi kesehatan yang lebih tepat sasaran untuk diri sendiri dan keluarga.
”Kepemilikan asuransi kesehatan menjadi hal yang penting ditengah bayang-bayang inflasi medis yang terus meningkat. Namun, perlu diperkuat oleh struktur keuangan dan didukung pola hidup yang sehat agar survive menghadapi risiko inflasi di berbagai sektor, khususnya inflasi medis,” pungkas Andhika.