Riset: Sebagian Besar Buruh Pabrik Gagal Menyusui, Ternyata Ini Penyebabnya
Dalam momentum peringatan Pekan ASI Sedunia 2024 bertema “Close The Gap” , salah satu fokus dari dari upaya peningkatan ASI Eksklusif adalah kelompok pekerja terutama buruh pabrik.
Saat dialog Instagram Live antara para pakar laktasi, Dr. Ray Wagiu Basrowi dan Dr. Tiwi, ditegaskan bahwa ibu menyusui yang juga buruh pabrik menghadapi tantangan yang paling berat untuk sukses menyusui, mengasuh bayi, dan menjalankan tugas mencari nafkah sebagai pekerja.
Peneliti Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Kerja, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH mengungkapkan, berdasarkan hasil penelitian sejak tahun 2015 hingga 2021 membuktikan bahwa buruh pabrik yang gagal menyusui itu hingga 89%, artinya berarti kondisi pekerjaan adalah faktor risiko untuk gagal menyusui.
''Jadi ini gap terbesar yang harus dimitigasi. Penelitian intervensi kami membuktikan bahwa ketika diberikan dukungan kebijakan ramah laktasi, fasilitas memadai, dan dukungan lewat konselor laktasi di tempat kerja, maka keberhasilan ASI Eksklusif meningkat hingga 54%. Jadi konselor laktasi ini penting buat pabrik untuk investasi,” ujar Ray yang merupakan Pendiri Health Collaborative Center (HCC) ini.
Sejalan dengan fakta ini, dokter anak dan pakar laktasi Dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi SpA mengungkapkan, tidak mudah bagi ibu pekerja pabrik untuk menyusui, karena memang kondisi rileks dibutuhkan untuk sukses laktasi.
''Sayangnya perusahaan dan pabrik sangat sulit menyediakan konselor laktasi, selain jumlahnya terbatas, juga belum dianggap prioritas,” ujar perempuan yang biasa disapa Dr Tiwi itu yang juga merupakan penulis buku Anak Sehat 100 Solusi Dr Tiwi.
Menyikapi ini, dr Ray menjelaskan bahwa konselor laktasi tidak harus tenaga kesehatan, tetapi bisa dengan melatih karyawan, tenaga sumberdaya manusia, atau bahwa sesame pekerja buruh.
“Jadi konsepnya adalah peer-support atau dukungan sesame pekerja dalam format motivasi menyusui. Dan penelitian kami juga sudah membuktikan ini berhasil menjaga perilaku menyusui yang baik,” kata Ray.
Dalam rangkaian Pekan Menyusui 2024 ini, Dr Tiwi mengingatkan bahwa dukungan menyusui untuk ibu pekerja bisa dilakukan dari lingkungan terdekat kita.
Dirinya pun berkomitmen untuk menjalankan dukungan motivasi menyusui di rumah sakit tempat bertugas.
“Mulai dari para perawat yang menyusui, membantu mereka bisa kerja dengan waktu fleksibel dan menciptakan lingkungan yang menyenangkan, adalah hal sederhana untuk memastikan kesuksesan laktasi,” timpal Dr Tiwi.
Pekan Menyusui Sedunia 2024 memiliki makna berbeda karena di tahun ini pula pemerintah mengesahkan Undang Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) yang salah satu pasalnya mengatur cuti melahirkan dan menyusui hingga enam bulan.
Ini adalah bentuk akselerasi dukungan menyusui untuk Indonesia Emas 2045.