Didaktika

Mengatasi Polusi Plastik dengan Program Pisces Relay, Simak Caranya yang Efektif

Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi bersama dengan Pisces meluncurkan program “Pisces Relay” di Kantor Pisces Living Lab, Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur.


Selama beberapa dekade terakhir, kebutuhan sehari-hari seperti kopi, bumbu, sabun, dan sampo diperjualbelikan dalam kemasan sachet plastik untuk memenuhi kebutuhan daya beli konsumen, terutama yang berpenghasilan rendah.

Namun, praktik ini telah menyebabkan masalah limbah yang substansial, karena sachet ini tidak dapat didaur ulang dan bahkan sulit untuk dikumpulkan, memperburuk masalah lingkungan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap bahwa pada tahun 2021 volume sampah di Indonesia hanya 7 persen yang terdaur ulang dan 69 persen yang masuk di TPA. Di tahun yang sama, Indonesia dinyatakan sebagai kontributor global polusi plastik. Butuh penanganan tepat guna di Indonesia untuk menangani masalah plastik ini.

Maka, dalam rangka pencapaian target pengurangan sampah laut sebesar 70% pada Tahun 2025, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi telah bekerja sama dengan the Plastics in Societies Partnership (Pisces) dalam kolaborasi penelitian terapan yang mengetengahkan pendekatan sistem untuk menyelesaikan masalah sampah di Indonesia.

Salah satu strateginya melalui pengembangan “Living Lab” sebagai media perumusan dan uji coba pendekatan holistik yang melibatkan berbagai disiplin ilmu untuk mendukung kebijakan pengelolaan sampah plastik di Indonesia.

Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi bersama dengan Pisces meluncurkan program “Pisces Relay” di Kantor Pisces Living Lab, Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur untuk studi perilaku konsumen terhadap produk guna ulang, Rabu (21/2/2024).

“Penanganan masalah plastik ini harus dilakukan secara kolaboratif, dan sekarang harus fokus dengan penanganan sistemnya dari hulu, yaitu dari pengurangan, dan dalam isu plastik ini, penting sekali untuk kemasan tidak digunakan hanya sekali pakai, dan untuk mendukung praktik “guna ulang” sehingga kemasan dapat digunakan beberapa kali,''ujar Rendra Kurnia Hasan, S.H., M.Env, koordinator Bidang Pengelolaan Sampah dari Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, yang turut hadir dalam peluncuran Pisces Relay.

Menurut Rendra, pemerintah turut memberikan landasan regulasi sehingga dapat mendukung dan mempercepat instansi-instansi lain seperti produsen, masyarakat, dan lainnya untuk dapat melaksanakan praktik konsumsi ramah lingkungan.

Pisces Partnership adalah sebuah platform kolaboratif yang diinisiasi oleh kumpulan lembaga akademik dari Inggris Raya, yang berkolaborasi dengan akademisi-akademisi dunia dan spesifik juga di Indonesia, yang menyatukan para peneliti akademis, bisnis, pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil, bekerja menuju masa depan plastik yang berkelanjutan di masyarakat Indonesia.

Living Lab pertama telah dibentuk di Kabupaten Banyuwangi dan diharapkan dapat menciptakan paradigma dan solusi baru dalam pengurangan dan penanganan plastik sekali pakai (single-use plastic) melalui perubahan pada seluruh rantai nilai plastik mulai dari produsen, pengecer, masyarakat, dan pemangku kepentingan lain yang terkait pengelolaan sampah plastik.

Tergabung dengan Pisces Partnership adalah Enviu, rintisan builder untuk ekonomi sirkular yang telah beroperasi di Indonesia sejak 2019, berpartisipasi aktif dalam inisiatif ini.

Pada tahun 2024, Pisces yang bekerja sama dengan Enviu memperluas upayanya dengan melakukan pilot atau uji coba penerapan solusi guna ulang di Area Banyuwangi. Proyek pilot enam bulan ini bertujuan untuk mengeksplorasi kelayakan penerapan praktik ekonomi sirkular untuk mencegah limbah plastik pada sumbernya.

Praktik yang diujicobakan didasarkan pada Alner, sebuah rintisan inovatif yang dibangun oleh Enviu dan didirikan oleh Bintang Ekananda.

Alner telah memperkenalkan model bisnis pengembalian deposit yang inovatif untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari dalam upaya memerangi krisis polusi plastik yang meningkat di Indonesia.

Inisiatif ini bertujuan untuk mengatasi masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh plastik sekali pakai dan mempromosikan ekonomi sirkular.

“Kami percaya bahwa kolaborasi antara peneliti akademis dan pihak-pihak yang melakukan tindakan, melalui kemitraan akademis publik dan swasta, seperti Pisces, sangat penting untuk mendorong dan mempercepat implementasi perubahan sistemik yang diperlukan untuk mencegah polusi plastik,” ungkap Professor Susan Jobling, Direktur PISCES Partnership, dari Brunel University, London, Inggris Raya.

Studi pilot ini akan mencoba skema guna ulang di warung lokal dengan menjual produk-produk sembako dengan kemasan guna ulang selama tiga bulan, untuk menyaksikan dan mempelajari secara langsung kontribusi proyek pilot terhadap pengurangan sampah plastik.

Inisiatif ini menandai awal perjalanan menuju pencegahan sampah plastik pada sumbernya dan mendorong praktik ekonomi sirkular di Banyuwangi. Bersama para mitra, Pisces Partnership berharap pengembangan proyek ini mampu menciptakan dampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat.

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Kabupaten Banyuwangi, Drs. H. Arief Setiawan, MM, menyatakan pemahaman tentang praktik ramah lingkungan dan pengolahan sampah plastik ini penting untuk disosialisasikan di masyarakat sebagai bagian dari keseharian.

''Program Pisces ini sejalan dan dapat mendukung program Pemerintah Banyuwangi yang memang ingin meningkatkan kepedulian dan meningkatkan manajemen sampah plastik yang berfokus dengan pengembangan kawasan pariwisata," kata Arief.