Galau Pilih Capres Sesuai Pilihan Hati? Coba Ikutan Dulu Kuis Ini
Di Indonesia suasana pemilu serupa pesta, apalagi di mata para pemilih muda, yang baru akan nyoblos untuk pertama kalinya.
Masalahnya, apakah para pemilih ini sudah nyoblos dengan bijak dan cerdas? Jangan-jangan semua kandidat dicoblos, atau hanya asal nyoblos saja, atau tidak ada yang dicoblos sama sekali.
Sejak dua tahun terakhir Kawula17 (sebuah inisiatif yang mengajak anak muda berpartisipasi aktif dalam pemilu) mengadakan survei secara reguler, dan kerap berdiskusi atau mengobrol langsung seputar politik dengan orang muda.
Mereka menemukan banyak orang muda yang tidak terlalu paham soal politik, termasuk tentang kenapa mereka harus ikut pemilu. Namun, di sisi lain, ada sejumlah orang muda yang paham soal politik tapi memilih untuk golput.
“Kami heran, kenapa, kok, golput? Soalnya, mereka bilang, program yang diusung sama saja. Kami pikir, ah, tidak mungkin, pasti ada bedanya,” tegas Dian Irawati, co-founder Kawula17.id
Kawula17 yang konsisten memberikan edukasi tentang politik kepada orang muda berusaha agar mereka tidak golput, hingga kemudian meluncurkan Voting Advice Application (VAA) untuk membantu pemilih menentukan pilihan partai dan presiden.
Tingginya angka kesediaan untuk berpartisipasi dalam pemilu bisa diartikan sebagai ketertarikan orang muda yang terbilang tinggi terhadap politik.
“Tapi, berdasarkan survei satu tahun terakhir, ketika ditanya apakah sudah punya pilihan atau belum, orang muda di bawah usia 35 tahun selalu menjadi kelompok usia yang paling banyak belum punya pilihan,” kata Oktafia Kusuma, Research Fellow Kawula17.
Baca Juga: Leonardo DiCaprio Ikut Selamatkan Burung Beo Swift Parrot yang Terancam Punah
Memang bukan hal yang mudah bagi orang muda untuk pilih partai. Salah satunya karena gempuran informasi dan kampanye yang malah bikin bingung. Itulah kenapa Kawula17 kemudian mengadopsi aplikasi VAA.
Aplikasi tersebut membantu memberi pemahaman tentang posisi suatu partai tentang berbagai isu, termasuk sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan.
Lewat gamification berupa kuis, orang muda diharapkan bisa menentukan pilihan akan partai yang paling sesuai dengan preferensi dirinya.
“Kami ingin mengedepankan isu, bukan ideologi. Dengan begitu, kita bisa melihat bagaimana posisi partai terhadap suatu isu. Sehingga, pembicaraan antara anak dan orang tua di meja makan tidak lagi tentang identitas,” kata Dian.
Sambutan soal VAA Partai Politik ini cukup fantastis. Hanya dalam waktu dua hari, Kawula17 sudah memberi 105.000 rekomendasi kepada pemilih.
“Kami berharap kuis ini dilihat sebagai sesuatu yang sebanding dengan waktu yang mereka luangkan untuk mengikutinya. Kalau orang muda tertarik, mereka akan ikuti. Seandainya kami bisa reach satu orang, lalu dia memberi tahu peer-nya tentang kuis tersebut sebagai langkah awal untuk memilih partai terbaik menurut mereka, ini sesuatu yang luar biasa. Sebab, pencarian kebenaran tidak bisa diberi tahu, melainkan harus dicari,” kata Dian.
Pilih presiden lewat kuis
Sukses dengan VAA Partai Politik, di akhir minggu ketiga Januari 2024, Kawula17 meluncurkan VAA Ca(wa)pres. Untuk VAA ini, pemilih disarankan untuk kenali programnya, baru tentukan presidennya. Dalam hitungan 72 jam, sudah 463.298 rekomendasi diberikan kepada pemilih yang ikut kuis.
“Sambutannya sangat baik. Para pemilih yang ikut kuis kemudian juga dengan bangga memamerkan hasil kuisnya di media sosial. Sejumlah influencer menghubungi kami dan meminta link untuk mereka share dengan sukarela, karena mereka rupanya melihat bahwa tool ini berguna bagi orang muda,” kata Dian.
Yang menarik, survei mengungkap, mayoritas pemilih akan memilih presiden dan wakil presiden berdasarkan ide atau gagasan yang diperjuangkan. Selain itu, mereka juga melihat pengalaman kandidat dan jabatan sebelumnya.
Mereka tidak lagi mempertimbangkan identitas, misalnya suku atau agama, dan penampilan fisik. Hal ini sejalan dengan temuan dari partner Kawula17, yaitu Newbie Matters, yang menyebutkan bahwa Gen Z merupakan pemilih rasional.
Kuisnya berisi 15 pertanyaan yang disarikan dari visi-misi masing-masing pasangan presiden dan calon presiden. Sejumlah pertanyaan terbilang sulit, sehingga jawabannya perlu dipikirkan dengan matang dan waktu sedikit lebih lama.
Tapi, hanya dalam waktu sekitar 6 menit, umumnya pemilih akan mendapatkan rekomendasi tentang kandidat yang programnya dinilai paling selaras dengan keinginan pemilih.
Banyak orang kemudian menanyakan rekap dari hasil kuis pemilih.
Dian menegaskan, “Kuis itu dibuat bukan untuk mendapatkan rekap hasil, melainkan memberi kesempatan pada pemilih untuk mempelajari visi dan misi kandidat, membandingkan visi-misi tersebut, kemudian melihat kembali ke diri sendiri, menyelaraskan visi-misi yang paling dekat dengan dirinya. Kenyataannya, ketika orang muda diberi informasi, mereka akan mampu membuat keputusan. Ini bagian dari kedewasaan berpikir dan berpolitik.”
Baca Juga: Bangun Perfilman Nasional, Begini Strategi Kemendikbudristek
Jeli temukan perbedaan
Kuis untuk memilih partai dan presiden perlu dibuat sedemikian rupa agar mudah dimengerti.
Karena itu, pertanyaan kuis harus dibuat dengan kata-kata dan kalimat yang sederhana. Dian dan Okta bercerita, membuat VAA Partai Politik jauh lebih menantang daripada VAA Ca(wa)pres. Mereka harus memilah isu yang relevan dengan orang muda. Sebab, isu yang dibicarakan di DPR sangat banyak.
“Bagi orang yang memahami tentang lingkungan, pertambangan merupakan isu yang penting. Tapi, bagi banyak orang di luar bidang tersebut, pertambangan tidak dinilai penting. Apalagi, lokasi tambang di Kalimantan dinilai jauh bagi orang yang tinggal di Jawa, sehingga tidak dianggap relevan,” Dian mencontohkan.
Okta menambahkan, posisi partai tentang suatu isu bisa berubah. Karena itu, tim penyusun kuis selalu mencari konfirmasi ke partai. “Isu merupakan suatu hal yang baru diangkat oleh partai. Selama ini partai berkampanye dengan dangdut. Anak-anak sekarang sudah beda. Ketika disuguhi dangdut, mereka belum tentu mau datang. Karena itu, partai harus sudah mulai berpikir untuk mendekati pemilih dengan cara berbeda,” lanjut Dian.
Untuk VAA Ca(wa)pres, Kawula17 mencermati perbedaan program di antara ketiga pasang kandidat. Karena, programnya sangat mirip. Saat dipetakan seperti itu, orang jadi tersadar bahwa sebetulnya yang ditawarkan oleh ketiga kandidat tidak berbeda jauh. Maka, perlu dicari pembeda yang signifikan untuk membantu orang menentukan pilihan.
“Mencari titik pembeda inilah yang tidak mudah. Misalnya, ada pertanyaan tentang peningkatan kinerja POLRI. Orang bertanya, kenapa jawabannya ada yang tentang kenaikan gaji dan ada yang tentang pemahaman HAM? Memang itu poinnya. Harus ada critical point dari tiga pasang kandidat berbeda, sehingga kemudian pemilih bisa mencocokkan preferensinya dengan tiga pilihan jawaban tersebut,” kata Okta, yang melakukan cross referral ke juru bicara masing-masing kandidat untuk memastikan bahwa mereka tidak salah memaknai visi-misi tersebut.
Meski sangat senang dengan antusiasme orang muda terhadap VAA, Dian menyebutkan bahwa perlu waktu sebelum bisa menentukan hasil VAA tersebut.
“Sejak awal kami selalu bilang VAA ini tidak untuk masa sekarang saja. Baru akan menarik lima tahun ke depan, ketika kami sudah punya track dari sekarang. Sudah ada lebih banyak data yang terkumpul, partai pun semakin punya warna. Sesudah 14 Februari, kami ingin melihat kembali sejauh mana VAA membantu pemilih,” kata Dian, yang juga ingin menjangkau anak muda yang tidak kuliah agar mereka paham tentang pentingnya pemilu.